Skip to main content

Hujan itu...


Dulu…
Tak ada perasaan apapun padanya. Bagiku canda dan tawa hanya kami lalui tanpa perasaan yang berarti, namun entah apa yang ia rasakan. Mungkin hanya ini, kekagumanku akan sosoknya yang bijak, cerdas walau kadang kocak. Selain itu tak ada. Semua perhatian dan keusilannya ku nikmati sebatas teman. Tak pernah sekalipun terlintas dalam benakku untuk lebih memerhatikan ataupun memikirkannya. Sampai saat itu datang.
Saat di mana dia dan seseorang dari masa laluku datang bersamaan dalam alam bawah sadarku, ya alam mimpi. Aku tak pernah menyangka akan mimpi itu. Di saat bersamaan dua teman sekelasku dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda, menjemputku di tengah derasnya hujan. Aku bingung, namun ku tak tahu harus berbuat apa selain menurut dengan mereka.
Awalnya aku tak mengerti maksud dari mimpiku hingga di akhir cerita terjawablah semuanya. ‘Dia’ yang kini menjadi seseorang yang menghiasi hari-hariku, dialah yang melindungi dan menjagaku di tengah derasnya hujan. Akupun tak menyangka. Memandangnya dengan segala keraguan dan kebimbangan.
Dan adzan subuh pun membangunkanku dari mimpi yang benar-benar aneh menurutku saat itu. Dan masih menyisakan sejuta tanda tanya dalam hati. Apakah maksud dari semua ini?
Ahh… Awalnya aku tak ambil pusing, ku anggap mimpi itu hanyalah bunga penghias tidurku. Tapi anggapan itu berubah seketika setelah ku bertemu ‘dia’ lagi di alam nyata. Yang ku rasa saat itu adalah kesal, bingung, ragu dan sedikit marah. Sebenarnya bukan dia yang kuharapkan memberiku perhatian lebih di saat hujan turun, tapi seseorang dari masa laluku yang notabene telah lama mengisi ruang di hatiku.
Tapi ternyata semuanya berbeda, tak seperti harapanku saat itu. Maka hanya ada rasa kesal dan marah ketika ku melihat dia pertama kali setelah kejadian mimpi itu. Aku berusaha untuk biasa, berusaha seperti tak pernah terjadi apapun, walaupun sebenarnya memang tak pernah terjadi apapun kecuali peristiwa aneh dalam mimpiku. Tapi mimpi itu membuatku lebih memerhatikan setiap tingkah lakunya padaku. Perhatian dan keusilan-keusilan kecilnya kini terasa berbeda bagiku. Ada sesuatu yang tertinggal dalam diriku. Entahlah, aku tak tahu apa itu. Ku berusaha redam semuanya, ternyata aku tak mampu. Dan hujanpun selalu mengingatkanku padanya. Hingga kini…
Kini…
Percaya atau tidak, dia telah bersamaku. Temani hari-hariku. Canda dan tawa bersamanya kini terasa beda. Mungkin karena adanya CINTA. Hmmm.. Sebenarnya ku tak tahu pasti definisi kata itu, tapi orang-orang bumi menyebutnya demikian. Bersamanya membuatku melupakan semua bayang-bayang masa lalu, yang dulu amat sangat sulit ku lakukan. Dan ini tidak lagi mimpi, tapi aku ada di alam nyata.
Seorang dosen pernah berkata “Mimpi itu nyata, tapi apa yang ada dalam mimpi itulah yang tak nyata”. Namun yang kualami berbeda, mimpiku nyata. Entahlah, mungkin hanya kebetulan belaka. Tapi kebetulan yang terasa amat indah bagiku.
Tak terasa, aku sudah jalani hari-hari penuh warna dengannya sejak 20 Juli 2005. Tak pernah terasa bosan, walaupun harus kami lalui dengan hubungan jarak jauh. Dia jadi orang pertama yang mengukir kisah di ruang kosong hatiku dan aku berharap dia juga jadi yang terakhir.
Hujan akan selalu mengingatkanku padanya…

Comments

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, ...

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO...

Mengenal Kombo, Baju Adat Buton yang Mirip Hanbok Korea

Kebaya warna cerah berkerah tinggi dengan detail manik-manik di sekeliling leher dan pergelangan tangan, dipasangkan dengan kain sarung berwarna terang yang diikat di bagian dada. Sekilas baju adat ini mirip hanbok, pakaian tradisional asal Korea Selatan. Tapi tahukah kamu pakaian ini asli milik Indonesia? Namanya kombo, pakaian adat yang jadi kebanggaan perempuan Buton, Sulawesi Tenggara. Kombo merupakan baju adat yang khusus digunakan oleh perempuan yang sudah menikah. Pakaian ini terdiri dari atasan baju kebaya berkerah tinggi, biasanya berbahan brokat atau satin dengan warna cerah. Sedangkan bawahannya berupa kain sarung lebar berbahan satin yang dililit di bagian dada. Sarung yang digunakan biasanya memiliki garis-garis berlapis dengan warna-warni terang. Banyaknya lapisan warna pada kain sarung menggambarkan derajat si empunya. Lapisan terbanyak adalah 9 warna yang biasanya dikenakan oleh wanita bangsawan, tamu kehormatan atau anggota kesultanan. Sarung khas Buton memang dikenal ...