Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo.
Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa.
Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan.
Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya.
Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, Buton, Sulawesi Tenggara.
Untuk menuju Desa Bajo Bahari, ada jalan aspal yang bisa dilalui satu mobil, yang menghubungkan kampung terapung tersebut dengan daratan utama Pulau Buton. Sekolah terapung dengan tembok warna-warni menyambut kami begitu memasuki desa. Sebagian besar rumah warga juga dicat penuh warna, mungkin untuk menarik wisatawan.
Suasana di kampung ini sangat damai. Saat kami datang, tampak beberapa anak sedang bermain di atas perahu yang terparkir di samping rumahnya. Ada juga yang asyik berenang dan melompat ke laut langsung dari teras rumah. Soal berenang, mereka adalah jagonya.
Air lautnya sangat jernih. Ikan-ikan kecil terlihat dengan jelas berenang di sekitar tonggak rumah dan jembatan. Kami bahkan sangat beruntung bisa melihat seekor penyu yang sedang berburu ikan.
Saat kami akan pulang, saya melihat seorang wanita keluar dari rumah dengan wajah berlulur putih. Sayangnya, saya tak sempat mengambil gambarnya. Dari info di internet, lulur itu disebut Barra Buas. Lulur yang terbuat dari campuran beras putih dan kunyit atau daun mangkok itu merupakan skin care turun-temurun bagi masyarakat Suku Bajo untuk merawat kulit dari paparan sinar matahari.
Comments
Post a Comment