Skip to main content

Lampu Biarpet Bisa Bahayakan Kesehatan



Lampu di ruang tamu mulai biarpet, berkedip-kedip pertanda sebentar lagi akan putus. Saya langsung saja mematikannya dan meminta suami untuk mengganti bohlamnya. Yang saya ingat dari dosen fisika citra dulu, lampu yang sudah biarpet bisa membahayakan kesehatan.

Maksudnya merusak mata? Bukan itu saja. Lampu biarpet bisa memancarkan sinar-X yang efeknya lebih membahayakan.

Itu yang dijelaskan oleh dosen pembimbing skripsi saya, Dr Gede Bayu Suparta, peneliti dan pengajar di Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

"Lampu kedap-kedip akan memancarkan tenaga yang lebih besar ketimbang lampu yang terus menyala. Ini juga berpotensi memancarkan radiasi sinar-X," kata Pak Bayu, begitu saya memanggil beliau.

Jadi begini penjelasan fisikanya.

Saat lampu berkedip-kedip terjadi peristiwa yang disebut Bremsstrahlung, yaitu istilah dalam bahasa Jerman yang berarti radiasi pengereman.

Pada saat lampu mulai menyala, elektron akan bergerak dengan kecepatan energi tinggi. Tapi pada kondisi lampu sudah akan mati, elektron tersebut akan direm secara tiba-tiba karena menumbuk atom logam (tembaga, cooper, besi, aluminium) yang ada di lampu.

Nah, ketika terjadi penumbukan atom logam inilah yang menyebabkan terjadinya pancaran sinar-X yang disebut dengan sinar-X Bremsstrahlung. Walaupun tenaga sinar-X yang dipancarkan tidak terlalu besar, tetap saja ini dapat berbahaya bagi kesehatan bila lama-lama dibiarkan.

Secara fisika, teori elektromagnetik mengatakan bahwa muatan listrik yang mengalami percepatan akan meradiasikan gelombang elektromagnetik, mulai dari tenaga yang paling kecil yaitu gelombang radio, infra merah, cahaya tampak, UV, sinar-X atau sinar gamma.

Bila lampu masih bekerja dengan normal, maka elektron akan menumbuk gas neon yang serapannya lebih kecil. Karena tidak terjadi pengereman, maka energi yang dipancarkan pun rendah, sehingga yang dipancarkan adalah cahaya tampak atau yang terlihat sebagai lampu neon.

Energi dari cahaya tampak jelas lebih kecil dibandingkan dengan energi sinar-X, maka lampu biarpet yang memancarkan sinar-X jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan lampu yang terus menyala dan memancarkan cahaya.

Meskipun paparan sinar-X bukanlah penyakit, tapi dampak yang ditimbulkan sangat besar karena bisa menurunkan kekebalan tubuh yang membuat seseorang jadi gampang terkena penyakit. Paparan sinar-X bahkan diduga bisa memicu risiko kanker dan membuat pertumbuhan janin terhambat.



Mudah-mudahan bahasanya tidak terlalu bikin mumet ya hehe.

Jadi kalau ada lampu biarpet di rumah, sebaiknya langsung saja dibuang ganti yang baru ya :)

Comments

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi

Saya hamil lagi. Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini. Saya penderita  polycystic ovary syndrome  (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. ( Baca juga: 2,5 Tahun Menunggu Raina ) Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik. Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi. Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan