Skip to main content

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi



Saya hamil lagi.

Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini.

Saya penderita polycystic ovary syndrome (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.


Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik.

Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi.

Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan saya dulu, PCOS-nya bisa saja membaik setelah punya anak. Jadi saya cari aman saja, agar hak Raina untuk menyusui terpenuhi dulu hingga umur 2 tahun baru saya berani lepas kontrasepsi.

Dan siapa sangka, baru sekali berhubungan tanpa kontrasepsi bulan depannya saya sudah tidak haid. Awalnya santai saja, telat seminggu, 2 minggu, 3 minggu, sebulan. Saya pikir mungkin karena sel telurnya belum matang.

Tapi saya mulai curiga saat seharian merasa mual dan pusing. Badan rasanya juga ada yang tidak beres. Akhirnya saya meminta suami untuk membeli test pack, dan ternyata positif.

Berhubungannya pas masa subur ya? Duh, masa subur saya acak-acakan. Tapi seingat saya, saat itu sudah mendekati tanggal haid, ya walaupun saya tidak ingat kapan tanggal persis terakhir haid. Maklum ya, haidnya tidak teratur.

Untuk memastikan, saya dan suami pun periksa ke dokter kandungan di Siloam Hospital Makassar. Saya ketemu dengan Dr. dr. Elizabet C. Jusuf, Sp.OG (K). Saat ditanya kapan terakhir haid, saya bingung menjawabnya. Tapi kira-kira saya sudah 2 bulan lebih tidak haid.

Untuk perempuan dengan siklus haid normal mungkin prediksi usia kandungannya sudah lebih dari 2 bulan. Bahkan dokter di klinik kantor suami memprediksi sudah sekitar 10-12 minggu. Walah, sudah mau masuk trimester 2 dong.

Namun, perlu diingat saya penderita PCOS. Untuk menghitung usia kandungan tak bisa pakai Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Hitungan masa suburnya beda.

Jadi dulu waktu hamil Raina, dokter kandungan saya di Depok dan di Tegal selalu menggunakan USG untuk menghitung usia kandungan. Pun dengan kehamilan kali ini. Sekarang usianya 7 minggu. Jauh ya selisihnya? Iya, memang. Sekali lagi, karena masa subur saya tidak pasti. Asal sel telurnya matang dan ada sperma, ya bisa saja ada pembuahan.

Tapi dr Eliz juga kaget waktu saya cerita tentang riwayat PCOS. Kata beliau, kehamilan saya tergolong cepat dan subur. Lalu dia bertanya, "Ibu rajin olahraga ya?" Hmm, dibilang rajin tidak juga sih, tapi ya masih olahraga. Setiap minggu ada jadwal latihan zumba di kantor suami, tapi saya sering bolos. Di rumah kalau tidak malas latihan zumba sendiri pakai video dari Youtube. Renang sesekali sambil menemani Raina main air. Dan momong anak termasuk olahraga enggak ya? Hehe.

Apa kaitannya PCOS dengan olahraga? Setelah saya riset dari berbagai sumber, olahraga bisa membantu memperbaiki keseimbangan hormon, membuat sel telur matang karena bisa menurunkan kadar insulin dalam darah. Dengan kata lain, olahraga membantu agar PCOS tidak kambuh.

Apalagi bagi penderita PCOS yang bertubuh gemuk, olahraga dan menurunkan berat badan wajib hukumnya.

Memang PCOS identik dengan tubuh gemuk, tapi bukan berarti perempuan kurus tak bisa kena PCOS juga. Buktinya saya, dulu sebelum punya anak tubuh saya tidak gemuk, tapi juga bisa divonis PCOS.

Kalau menurut dr Frizar Irmansyah, SpOG, dokter spesialis kandungan dari RS Pusat Pertamina, yang pernah saya wawancara dulu, kegemukan dapat memicu terjadinya resistensi insulin dan menyebabkan tingkat insulin tinggi di dalam tubuh. Insulin yang tinggi akhirnya membuat sel telur tidak dapat berkembang dan gagal mengalami ovulasi, yakni pelepasan sel telur matang atau dikenal dengan masa subur.

"PCOS bisa juga terjadi pada orang kurus. Meski tubuhnya kurus harus tetap dilihat insulinnya. Kalau insulinnya tinggi, bisa menyebabkan hiper-androgen (tingkat hormon pria tinggi) sehingga sel telur tidak berkembang," ujar dr Frizar.

Selain itu, dr Frizar menjelaskan bahwa resistensi insulin tidak selalu ditandai dengan gula darah yang tinggi. Karena itu, orang-orang yang gula darahnya normal tetap bisa menderita PCOS.

"Bisa saja gula darah normal tapi insulinnya tinggi. Ini kaitannya untuk perkembangan sel telur, kalau insulinnya tinggi bisa memicu hiper-androgen," kata dr Frizar menjelaskan.


Jadi bagi perempuan-perempuan PCOS yang masih berjuang memiliki momongan, sebaiknya atur pola makan dengan baik dan perbanyak olahraga ya. Hindari konsumsi makanan yang kandungan lemaknya tinggi, seperti daging merah, ayam berlemak, dan makanan dengan lemak jahat lainnya.

Saya PCOS dan bisa hamil dua kali, kalian pun pasti bisa jika terus berusaha dan berdoa. Allah Maha Baik dan paling tahu kapan hamba-Nya siap diamanahi momongan.


Selamat berjuang!


Comments

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO