31 Oktober 2015. Tegal masih pagi. Jarum jam belum tepat menunjuk angka delapan. Keriuhan rumah sakit di hari Sabtu pun belum tampak. Tapi saya sudah terlambat, dokter sudah menunggu. Saya bergegas menuju ruang bersalin di lantai dua. Sepi. Hanya ada dua bidan jaga. Empat ranjang bersalin tampak kosong, pun boks-boks mungil di ruangan sebelahnya. "Dokter Lisda sedang visit pasien. Tadi mbaknya ditunggu dari jam tujuh," kata salah satu bidan. Ya Tuhan, saya terlambat hampir satu jam. Bidan langsung menyuruh saya berbaring untuk cek pembukaan mulut rahim dan tes CTG (Cardiotocography). Sudah hampir seminggu pembukaan mulut rahim saya mandek di dua sentimeter. "Dua setengah," katanya sembari melepas sarung tangan lateks. Cuma bertambah setengah sentimeter. Saya pesimis bakal bersalin normal hari itu. Harapan melahirkan didampingi suami juga mulai samar. Saya diam, termangu menatap layar CTG yang belum dimatikan. Sapaan ramah dokter Lisda kemudian men
I write better than I talk