Skip to main content

Wajarkah Bayi Mencakar Wajah Sendiri?



Raina suka sekali mengusap-usap wajah saat ngantuk. Juga menggaruk-garuk kepalanya saat sedang menyusu. Tapi yang saya khawatirkan, dia suka mencakar wajahnya sendiri saat tidur, terutama malam hari. Sampai-sampai di jidat, hidung, dan pipinya sering ada bekas luka cakaran.

Sebenarnya wajar nggak sih bayi suka mencakar wajahnya sendiri?

Sebagai mantan jurnalis kesehatan, emaknya penasaran dong (mantan jurnalisnya nggak penting sih hehe). Saya kemudian mencoba mencari referensi sendiri, tentu harus akurat dan dari sumber terpercaya.

Kemudian saya menemukan jawabannya di situs Babycenter. Kebetulan dulu saya juga sering menjadikan situs tersebut sebagai acuan menulis artikel.

Dari situs itu, saya mendapat informasi bahwa kebiasaan bayi mencakar wajahnya tergolong normal.

Menurut David Geller, dokter spesialis anak dari Bedford, Massachusetts, AS, bayi (newborn dan infant) memiliki sedikit kontrol terhadap tangannya. Pada tahap ini umum bagi mereka untuk sengaja menggaruk diri sendiri, terutama di bagian wajah.

Tapi apakah ini berbahaya?

"Bayi bisa melukai korneanya. Tetapi ketika tangannya menggaruk di dekat wajah, ada refleks untuk mata berkedip."

Begitu penjelasan Geller. Artinya kebiasaan ini normal dan tidak berbahaya.

Syukurlah. Lega.

Luka cakaran biasanya selalu sembuh tanpa meninggalkan bekas. Namun, jika luka menjadi infeksi (kasus langka), sebaiknya ibu-ibu segera berkonsultasi dengan dokter ya.

Lantas apa sebaiknya bayi dikasih sarung tangan biar nggak garuk-garuk dan lecet-lecet lagi? Ternyata Geller tidak merekomendasikan hal itu.

"Bayi perlu merasakan dan mengeksplorasi banyak hal dengan jari mereka. Ini adalah proses perkembangan yang penting."

Kata dia, solusinya jangan biarkan kuku bayi sampai panjang. Harus rajin potong kuku.

Saya sendiri menggunting kuku Raina dua kali seminggu. Kalau sampai lupa, habis sudah wajah imutnya luka-luka (juga wajah emak bapaknya).










Comments

  1. Bener bgt mbk... Bayiku suka bgt nyakar muka sendiri. Kalau lagi ngamuk tangannya makin aktif, yg ada ntar rambutnya awut2an krna gosok sana sini. Akhirnya kalau habis potong kuku cuma bebas 2 hari.. Selanjutnya pake sarung tangan lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama mbak. tapi kalo sudah masuk fase oral, sebaiknya jangan dipakein sarung tangan ya :)

      Delete
  2. Raina umur berapa bulan bunda? Baby ku kaira umur 3 bulan juga cakar2 gt. Uda d potong kukunya masih aja ada yang tajam. Mak nya yang gemes. Mudah2an makin gede makin ga cakar2

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang udah 20 bulan mbak. Sampe sekarang masih suka garuk garuk sih, apalagi kalo pas tidur suka nggak sadar. Asal kukunya dijaga tetep pendek dan bersih Insya Allah gpp mbak :)

      Delete
  3. Sampai usia berapa bayi tidak menggaruk wajah ny lagi

    ReplyDelete
  4. Sampai usia berapa bayi tidak menggaruk wajah ny lagi

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi

Saya hamil lagi. Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini. Saya penderita  polycystic ovary syndrome  (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. ( Baca juga: 2,5 Tahun Menunggu Raina ) Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik. Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi. Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan