Skip to main content

Janinku Terancam karena Rumput Fatimah


Rumput Fatimah (Ilustrasi: Panoramio)


Kamu pernah dengar tentang Rumput Fatimah? Tanaman tersebut cukup masyhur di Indonesia, tapi saya termasuk sebagian orang yang sama sekali tidak tahu-menahu soal Rumput Fatimah, hingga akhirnya saya melihat dan mengonsumsinya sendiri.

Dirangkum dari berbagai sumber, tanaman dengan nama latin Anastatica hierochuntica L ini banyak ditemukan di Timur Tengah dan Gurun Sahara. Di negara asalnya, tanaman ini dikenal dengan nama Kaff Maryam yang artinya telapak kaki maryam. Sementara orang-orang Barat menyebutnya dengan Rose of Jericho.

Jika mengetik 'rumput fatimah' di mesin pencari Google, akan muncul berbagai artikel yang menjelaskan apa itu Rumput Fatimah. Semuanya berhubungan dengan ibu hamil dan persalinan.

Rumput Fatimah dikenal sebagai perangsang persalinan. Orang-orang dulu sangat percaya tanaman yang banyak tumbuh di daerah kering dan padang pasir tersebut bisa mempercepat kontraksi yang pada akhirnya mempercepat persalinan. Cara konsumsinya dengan merendam Rumput Fatimah ke dalam gelas berisi air dan membiarkan akar dan batang keringnya mengembang. Air rendaman itulah yang kemudian diminum oleh ibu hamil.

Celakanya, cara yang sudah masyhur tersebut ternyata sangat berbahaya secara medis. Dan saya adalah salah satu korbannya.

Saat itu saya sudah hamil tua, usia kandungan sudah menginjak 37 minggu. Meski demikian, belum ada tanda-tanda awal persalinan. Kepala janin memang sudah masuk tulang panggul, namun belum ada pembukaan mulut rahim sama sekali.

Karena menurut orang kampung kandungan saya sudah sangat tua (meski sebenarnya masih jauh dari tanggal persalinan yang diprediksi dokter), oleh salah satu saudara yang pulang Haji saya pun diberi oleh-oleh dari Tanah Suci: Rumput Fatimah.

Dari sinilah tragedi dimulai.

Saya sama sekali buta soal Rumput Fatimah sebelumnya. Dan entah kenapa, saat itu saya sama sekali tidak ingin mencari tahu tanaman apa itu, apa manfaatnya, apa bahayanya. Padahal selama hamil, saya termasuk orang yang sangat memerhatikan apa yang akan masuk ke dalam tubuh, entah itu makanan atau obat resep dari dokter sekalipun. Semua infonya akan saya cari tahu dulu agar tidak berisiko pada saya dan tentu saja janin dalam kandungan. Tapi seperti disihir atau mungkin dihipnotis, saya manut saja ketika diberi air rendaman Rumput Fatimah.

Segelas besar air rendaman Rumput Fatimah sudah masuk ke dalam tubuh saya. Dan setelah habis diminum, barulah muncul keinginan untuk mengetik kata 'rumput fatimah' di Google. Sontak saya langsung panik. Selain manfaat, ternyata juga banyak beredar info soal bahaya minum air rendaman tanaman kering tersebut.

Saya langsung bergegas ke rumah sakit untuk konsultasi dengan dokter. Selama di perjalanan berbagai pikiran negatif memenuhi otak, meski tak ada gejala signifikan yang terjadi pada tubuh saya.

Ketika sampai di ruang praktik dr Lisdayanti, SpOG, dokter obgyn yang menangani saya di RS Mitra Keluarga Tegal,  saya melakukan pemeriksaan rutin dengan alat USG. Hasilnya normal, tidak ada yang aneh dengan kandungan dan janin saya. Namun begitu saya menyebut kata 'rumput fatimah', dokter langsung kaget dan meminta saya untuk dirawat di rumah sakit.

Ia menjelaskan betapa bahayanya Rumput Fatimah.

Berdasarkan keterangannya, belum ada penelitian klinis tentang Rumput Fatimah. Namun menurut kepercayaan, rumput kering ini diketahui mengandung hormon oksitosin yang membantu munculnya kontraksi. Fungsinya hampir sama dengan obat induksi yang juga dapat merangsang kontraksi. Tetapi yang menjadi masalah, dosis kandungan oksitosin di dalam Rumput Fatimah tidak terukur. Semakin lama akarnya direndam, maka kandungan oksitosin semakin pekat.

"Kita tidak tahu seberapa dosis yang dikatakan aman karena belum ada penelitiannya. Sedangkan pemakaian induksi di rumah sakit dosisnya sangat diatur, karena jika berlebihan bisa menyebabkan over kontraksi tapi tidak disertai pembukaan mulut rahim," kata dr Lisda menjelaskan.

Akibatnya, dr Lisda melanjutkan, tali pusar bisa putus, ketuban pecah dini, pendarahan, bahkan bisa menyebabkan kematian janin di dalam rahim karena kontraksi yang berlebihan.

Seketika itu pula saya langsung menangis mendengar penjelasan dr Lisda. Rasa bersalah, takut, panik, cemas, marah, seperti kongkalikong mengambil alih kendali di otak saya dan memaksa kelenjar air mata bekerja lebih keras.

"Apa yang sudah kamu lakukan pada janinmu, Merry?"

Pertanyaan itu memenuhi pikiran saya. Saya pun tak henti-hentinya mengutuk diri sendiri, merasa menjadi ibu paling bodoh dan paling jahat sedunia.

Dokter menyuruh saya dirawat agar bisa dilakukan observasi selama 24 jam. Saya diminta menginap di ruang bersalin, sembari beberapa kali diperiksa dengan alat CTG (cardiotocography), pengukur detak jantung janin saat kontraksi rahim.

Sepanjang malam saya tidak bisa tidur. Saat terasa kontraksi, saya hanya bisa pasrah dan berdoa, semoga calon bayi baik-baik saja.

Alhamdulillah, Allah masih memberi saya kesempatan menjadi seorang ibu. Di dalam rahim saya tumbuh janin super kuat yang tak bisa dikalahkan oleh Rumput Fatimah sekalipun. Kehamilan dengan status suami-istri LDR (Long Distance Relationship) dan kondisi saya yang selama hamil tinggal sendirian (jauh dari suami dan orang tua) di kota Jakarta yang kejam sepertinya sudah menempa sang janin menjadi bayi yang tangguh. Sungguh Allah Maha Pengasih.

Keesokan harinya saya diperbolehkan pulang oleh dokter. Dan dua minggu kemudian barulah lahir si janin super kuat lewat persalinan normal. Alhamdulillah bayi saya lahir sehat tanpa kurang satu apapun.

Dan bayi tangguh itu kami beri nama RAINA NAHDA FAUZI, yang artinya ratu/pemimpin wanita yang tangguh, pemberani, cerdas, memiliki hati mulia, serta menjadi pembawa kemenangan dan kejayaan. Insya Allah Raina tumbuh menjadi perempuan yang tangguh seperti namanya. Amin.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi

Saya hamil lagi. Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini. Saya penderita  polycystic ovary syndrome  (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. ( Baca juga: 2,5 Tahun Menunggu Raina ) Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik. Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi. Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan