Skip to main content

Berdamai dengan Dermatitis Atopik Anak




Raina dari bayi merah selalu bermasalah dengan kulit. Waktu umurnya satu atau dua bulan, pertama kalinya di leher dan punggungnya muncul bintil-bintil merah. Menurut dokter, Raina alergi makanan yang dikonsumsi ibunya. Setelah dianalisis kemungkinan dia alergi kacang tanah, jadi saya menghindari kacang tanah waktu itu.

Tapi bintil-bintil merah selalu datang hampir tiap bulan, padahal saya sudah menghindari berbagai makanan yang berisiko tinggi alergi. Biang keringat di punggung juga jadi langganan, terutama bila udara lagi panas-panasnya.

Dulu saya anggap wajar bayi biang keringat. Tapi kasihan juga dia selalu garuk-garuk, mungkin rasanya juga tidak nyaman. Waktu itu saya hanya mengobatinya dengan berbagai krim atau bedak pereda gatal, juga Lactacyd Baby untuk air mandinya. Hilang sebentar lalu muncul lalu. Biang keringat rasanya tidak pernah benar-benar pergi dari punggung Raina.

Jika ada waktu untuk imunisasi saya juga selalu konsultasi dengan dokter anak. Beberapa dokter memberi resep krim racikan. Ampuh memang, tapi jika krim habis biang keringat pun muncul lagi.

Bila sedang parah-parahnya, bintil-bintil merah itu akan memenuhi punggung hingga daerah selangkangan. Jika sudah diobati, kulit di punggung Raina akan mengering kemudian menghitam dan bersisik, persis seperti ular yang sedang ganti kulit.

Puncaknya saat mudik ke Tegal. Karena di rumah mbahnya tidak ada AC, biang keringat Raina muncul hampir merata. Di punggung, leher, lipatan tangan dan kaki, juga di sekitar selangkangan. Raina sampai susah tidur, tangannya selalu menggaruk ke sana sini. Sesampainya di Makassar, saya langsung konsultasi dengan dokter anak. Kali ini saya mencoba dokter yang berbeda dari biasanya. Itulah pertama kalinya saya bertemu dengan dr. Michael Kasenda, Sp. A di Siloam Hospital Makassar. dr Michael yang  akhirnya mendiagnosis Raina dermatitis atopik.

Apa sih dermatitis atopik?

Menurut situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dermatitis atopik atau dikenal juga dengan eksim susu merupakan radang kulit berulang yang disertai gatal pada bayi dan anak. Ini merupakan penyakit kulit tersering pada bayi dan anak.

Gejalanya berupa bintil-bintil kemerahan, gatal, yang kemudian bila berlangsung lama (kronik), kulit menjadi kering, bersisik, luka-luka atau menebal dan menjadi kehitaman. Daerah yang terkena biasanya di kedua pipi, lekuk siku dan lekuk lutut. Tambahan dari dr Michael, dermatitis atopik juga bisa terjadi di punggung bila si anak berkeringat berlebihan di daerah tersebut.

Penyebabnya?

Penyebab dermatitis atopik belum diketahui pasti. Biasanya terdapat faktor alergi turunan dalam keluarga atau pasien. Memang saya punya riwayat alergi yang diturunkan dari papa. Jadi menurut dokter, peluang Raina menderita alergi sebesar 40 persen. Dan setelah saya ingat-ingat, masalah kulit Raina sama persis dengan eyang kakungnya, jika berkeringat langsung punggungnya merah-merah.

Cara mengatasinya?

Dermatitis atopik tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikontrol dengan perawatan yang tepat. Pada dasarnya, dermatitis atopik artinya lapisan atau penghalang kulit tidak bekerja sebagaimana mestinya, yang membuat kulit penderitanya cenderung kering, mudah gatal dan lebih peka terhadap bahan iritan seperti pakaian kasar, berenda, wol atau sintetis, dan panas atau dingin yang ekstrem. Kulit anak yang menderita dermatitis atopik juga cenderung sensitif, serta tidak bisa terkena minyak telon atau minyak kayu putih.

Berikut beberapa tips yang saya rangkum dari berbagai sumber, juga dari pengalaman saya sendiri:

1. Mandi memakai sabun dengan pH netral dan yang mengandung pelembap, hindari pembersih antibacterial. Kalau Raina cocok menggunakan sabun dan sampo Cetaphil. Beberapa merek sabun khusus bayi sudah saya coba tapi tidak ada yang ampuh.

2. Mandi tidak lebih dari 10 menit setiap kalinya. Kenapa? Semakin lama anak main air, lapisan minyak di kulitnya semakin berkurang dan membuat kulitnya makin kering.

3. Mengoleskan krim steroid diberikan sesuai resep dokter. dr Michael meresepkan Elocon dan Raina cocok. Pernah ganti merek Mefurosan tapi kurang ampuh di kulit Raina. Saya tidak tahu kenapa padahal kandungannya sama tapi harganya lebih murah dibanding Elocon. Oh ya, saya hanya memberikan krim steroid bila bintil-bintil di punggung Raina sudah parah dan tidak hilang dalam beberapa.

4. Bila sudah sembuh kulit harus dijaga kelembapannya dengan mengoleskan krim pelembab segera setelah mandi. Raina cocok pakai losion Noroid.

5. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik.

6. Anak jangan terlalu sering dimandikan, cukup dua kali sehari, jangan menggosok terlalu kuat.

7. Jangan memakai pakaian terlalu tebal, ketat atau yang bersifat iritan (wol atau sintetik). Bahan katun kebih baik. Raina lebih sering saya pakaikan baju tanpa lengan dan semenjak didiagnosis dermatitis atopik saya jarang sekali memakaikannya kaus dalam.

Alhamdulillah sekarang kondisi Raina sudah membaik. Biang keringat sudah jarang muncul. Sesekali masih kambuh bila cuaca panas dan keringatnya berlebih. Bila masih ringan biasanya saya cuma memandikannya dengan Lactacyd Baby dan menaburkan bedak Caladine Baby ke punggungnya. Yang pasti, tidak boleh lupa mengoleskan losion Noroid ke punggungnya tiap selesai mandi. Dan sering-sering menyeka keringat di punggung Raina.

Apakah penggunaan steroid membahayakan anak?

Ini yang selalu menjadi kekhawatiran saya. Tapi menurut dokter dan beberapa referensi ilmiah yang saya baca, krim atau salep steroid aman jika digunakan dengan benar. Efek samping utamanya adalah penipisan kulit jika digunakan dalam jangka waktu lama, namun tidak ada bukti bahwa ini bersifat permanen. 

Menurut situs Baby Center, penggunaan krim steroid benar-benar harus diperhatikan tergantung pada tingkat keparahan. Steroid harus selalu digunakan di bawah pengawasan dokter, yang akan menunjukkan berapa banyak dosis yang harus dikenakan pada kulit anak.

Saat menggunakan krim steroid, cukup gunakan di area yang terkena dampak, tidak lebih dari dua kali sehari.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi

Saya hamil lagi. Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini. Saya penderita  polycystic ovary syndrome  (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. ( Baca juga: 2,5 Tahun Menunggu Raina ) Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik. Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi. Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan