Skip to main content

Tanjung Putus, Pulau Cantik di Lampung dengan Ikan-ikan Narsis


Pulau Tanjung Putus di Teluk Lampung
Berkunjung ke pulau dan snorkeling, tentu yang Anda inginkan adalah bertemu dengan ikan warna-warni nan menggemaskan. Tapi di Tanjung Putus, salah satu pulau cantik di Teluk Lampung, ikan-ikan narsis bakal menyapa pengunjung meski Anda tidak nyemplung ke laut.

Ya, Tanjung Putus merupakan salah satu pulau cantik berpasir putih yang banyak digunakan untuk budidaya ikan laut dan terumbu karang. Karena itu, hanya dengan melemparkan roti kering dari pinggir dermaga, mata pengunjung sudah dimanjakan dengan munculnya berbagai jenis ikan ke permukaan laut. Ikan-ikan tersebut rupanya memang sudah terbiasa diberi makan roti kering.

"Ya mbak, memang ikan-ikan tersebut dibiasakan diberi roti kering. Kalau mbak perhatikan, tadi di dermaga ada tulisan dilarang memancing dalam jarak 100 m dari tempat tersebut," ujar Arif Nugroho, Kepala Seksi Sarana Promosi Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Lampung.

Pantai pasir putih, air laut yang bening, serta ikan-ikan cantik yang narsis juga menjadikan pulau yang terletak di Teluk Lampung, Kabupaten Pesawaran ini menjadi primadona para penggemar snorkeling dan diving.

Pulau ini disebut Tanjung Putus karena dahulunya menyatu dengan daratan. Erosi membuat ujung daratan terputus membentuk pulau yang hanya dipisahkan beberapa meter saja. Selat kecil yang memisahkan pulau lantas banyak digunakan untuk budidaya ikan laut dalam keramba, dikarenakan arus dan ombak yang tenang. Salah satu dermaga menyajikan atraksi ikan yang serta-merta berkumpul bila ditaburkan makanan roti kering.

Saya berkesempatan mengunjungi pulau cantik tersebut beberapa waktu lalu. Berangkat dari Bandar Lampung, saya bersama rombongan harus menempuh perjalanan darat sekitar 2 jam untuk sampai ke Dermaga Ketapang. Dari situ, kami menyeberang dengan menggunakan speed boat kayu sekitar 1 jam.

Menurut Arif, ada dua pilihan perahu yang bisa disewa pengunjung, yakni perahu biasa dengan harga Rp 400 ribu dan waktu tempuh sekitar 1,5 jam, dan perahu speed boat dengan harga Rp 500 ribu yang waktu tempuhnya hanya sekitar 30 menit jika langsung menuju Pulau Tanjung Putus.

Sebelum sampai ke Pulau Tanjung Putus, perahu kami sempat mampir ke Pulau Pahawang kecil yang juga tak kalah cantik. Pulau ini kini dimiliki oleh seorang warga negara asing.

Sepanjang perjalanan menuju Pulau Tanjung Putus, mata Anda juga akan dimanja dengan pemandangan alam yang luar biasa cantik. Deretan pulau yang dipenuhi pohon-pohon hijau, dipadu dengan warna langit biru yang cerah, serta pantulan cahaya dari air laut yang bening, semua menyatu dalam kanvas Tuhan yang sempurna di bumi Indonesia. 




Perpaduan pasir putih, air laut yang jenih, dan pegunungan sekitar pulau yang cantik.  


Rombongan kami yang akan menuju Tanjung Putus.

Ikan-ikan narsis langsung menghampiri begitu ada yang memberi roti kering.

Pengunjung tak perlu menyelam atau snorkeling untuk melihat ratusan ikan cantik.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi

Saya hamil lagi. Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini. Saya penderita  polycystic ovary syndrome  (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. ( Baca juga: 2,5 Tahun Menunggu Raina ) Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik. Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi. Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan