Skip to main content

Rumah Antik dengan Kisah Misterius di Bangkok





Jika berkunjung ke Bangkok, sempatkan waktu untuk berkunjung ke Jim Thompson House & Museum. Di rumah bergaya khas Thailand ini, Anda akan menemukan banyak benda antik peninggalan Jim Thompson sekaligus kisah misteriusnya.

Nama Jim Thompson sendiri kini dikenal sebagai toko kerajinan yang banyak terbesar di Bangkok dan beberapa daerah wisata di Thailand. Dengan berkunjung ke Jim Thompson House & Museum, wisatawan akan diajak berkeliling rumah, mengenal sejarah Jim Thompson, serta melihat langsung barang-barang antik peninggalannya.

Jim Thompson adalah seorang saudagar yang dahulu mahsyur di Thailand. Saya bersama rombongan undangan dari Tourism Authority of Thailand (TAT), beberapa waktu lalu sempat mampir ke rumah dan museum yang berlokasi di 6 Soi Kasemsan 2, Rama 1 Road, Bangkok ini.

Setelah membeli tiket, wisatawan akan disambut dengan para penenun ulat sutra yang tengah memperagakan bagaimana menghasilkan benang sutra yang terkenal mahal. Juga ada seorang penari tradisional Thailand yang menari dengan gemulai dan senyum manisnya.

Masuk lebih dalam, setiap wisatawan akan diberi jadwal untuk dapat berkeliling di kediaman utama. Tidak sembarang orang diizinkan masuk tanpa didampingi seorang pemandu, terlebih banyak barang-barang antik yang tersimpan di dalamnya. Ada beberapa pilihan bahasa yang ditawarkan pemandu, antara lain Bahasa Thailand, Inggris, Jepang, dan Mandarin.

"Di dalam rumah dilarang mengambil gambar dan menyentuh benda-benda tertentu," jelas pemandu kami dalam bahasa Inggris.

Sang pemandu mengajak kami berkeliling, mulai dari bagian luar hingga ruang utama dan kamar tidur Thompson. Thompson tampaknya benar-benar penyuka barang antik. Di enam bangunan rumah dengan struktur kayu jati ini terdapat barang antik dari berbagai negara.

Beberapa di antaranya seperti keramik dan guci antik dari China, beberapa patung Buddha, lukisan serta pahatan unik. Tak ketinggalan, juga ada mesin tenun tua dan kepompong ulat sutra yang telah mengering.

Jim Thompson adalah orang Amerika yang lahir di Greenville, Delaware, pada tahun 1906. Dia seorang arsitek yang berlatih di New York City, sebelum akhirnya menjadi sukarelawan di Angkatan Darat Amerika Serikat yang mengirimnya ke Asia.

Perang tiba-tiba berakhir sebelum ia menunjukkan aksinya. Thompson dikirim ke Bangkok tak lama kemudian sebagai petugas militer dan saat itulah ia mulai jatuh cinta pada Thailand. Setelah merampungkan tugasnya, Thompson memutuskan untuk kembali dan hidup permanen di Bangkok.

Sutra tenun tangan dan indutri rumahan yang telah lama terabaikan ternyata menarik perhatian Thompson. Ia pun mengabdikan dirinya untuk menghidupkan kembali industri kerajinan. Dengan bakatnya sebagai seorang desainer dan textile colorist, Thompson memberikan kontribusi yang signifikan untuk pertumbuhan industri kerajinan di Thailand. Ia pun mendirikan perusahaan Thai Silk.

Prestasi Thompson mengembangkan Thai Silk selama 25 tahun telah terdengar di segala penjuru Thailand. Untuk kontribusinya, Thompson dianugerahi Order of the White Elephant, julukan yang diberikan kepada orang asing karena telah memberikan jasanya yang luar biasa kepada Thailand.

Kisah sukses Thompson di Thailand telah menjadi salah satu legenda pasca perang yang paling populer di Asia. Tetapi, pada 26 Maret 1967, Thompson tiba-tiba hilang secara misterius. Thompson tak pernah kembali setelah berlibur dengan teman-temannya ke Cameron Highlands di Malaysia. Tak ada satu pun informasi valid yang memastikan apa yang terjadi padanya.

Sejak menghilang, tak banyak yang berubah dengan kediaman Thompson. Rumah bergaya tradisional Thailand tersebut kini telah dikelola dengan baik oleh pihak kerajaan, dan menjadi salah satu destinasi utama bagi wisatawan di Bangkok.

Untuk tur mengelilingi Jim Thompson House & Museum, Anda cukup merogoh kocek 100 Baht (Rp 34 ribu) untuk pengunjung dewasa, dan 50 Baht (Rp 17 ribu) untuk pengunjung di bawah usia 25 tahun dengan syarat menunjukkan kartu identitas.

Lelah berkeliling rumah, wisatawan bisa menikmati makanan khas Thailand di restoran yang terdapat di komplek museum. Ada juga toko pakaian dan kerajinan bila Anda ingin membeli buah tangan.



Published: detikTravel, 4 September 2013

Comments

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula,

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO

PCOS, Olahraga, dan Hamil Lagi

Saya hamil lagi. Rasanya tak percaya saat melihat hasil test pack pagi itu. Dua garis merah, satu tegas satu samar, tapi jelas menggambarkan hasilnya positif. Saya kaget, sungguh tak menyangka bakalan hamil lagi secepat ini. Saya penderita  polycystic ovary syndrome  (PCOS). Dulu saya harus terapi macam-macam dan minum obat ini itu untuk bisa hamil Raina. Juga butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. ( Baca juga: 2,5 Tahun Menunggu Raina ) Alhamdulillah hamil kali ini benar-benar rezeki tak terkira dari Allah. Saya hamil alami tanpa program apapun, tanpa minum obat apapun. Umur Raina juga sudah 2 tahun, jadi saya tidak punya hutang menyusui lagi. Allah Maha Baik. Pakai kontrasepsi? Semenjak Raina lahir hingga ulang tahun ke-2 saya selalu menggunakan kontrasepsi. Lho? Bukannya PCOS bakalan susah hamil? Iya, memang. Haid saya masih belum teratur bahkan setelah Raina lahir. Tapi tidak separah sebelum punya anak. Dan saya ingat pesan dokter kandungan