Skip to main content

Ada Kampung Berbahasa Daerah Mirip Bahasa Korea di Buton

 


Annyeonghaseyo.

Kami masih di Baubau kok, tepatnya di Kecamatan Sorawolio, jalan poros dari Kota Baubau menuju Kabupaten Buton. Daerah ini dikenal dengan Kampung Korea.

Penamaan tersebut bukan semata efek dari demam Korea yang melanda Indonesia, melainkan karena etnis Cia-cia yang mendiami daerah itu menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Korea.

Kemiripan bahasa ini telah dibuktikan langsung melalui penelitian dari orang Korea Selatan.

Bahasa Cia-cia awalnya tidak memiliki aksara. Namun pada tahun 2009, dalam simposium persamaan bahasa, pemerintah Kota Baubau menerima aksara hangeul (aksara Korea) sebagai aksara penulisan bahasa Cia-cia. Sejak itu, semua nama jalan di Kecamatan Sorawolio dilengkapi dengan aksara hangeul dengan arti bahasa Cia-cia.

Penulisan aksara hangeul juga masuk dalam kurikulum mata pelajaran di sekolah sejak 2013. Siswa diajarkan cara penulisan aksara hangeul dengan pengucapan tetap dalam bahasa Cia-cia. Tujuannya, agar bahasa daerah mereka tidak punah.

Sampai saat ini belum ada kesimpulan resmi mengapa bahasa Cia-cia bisa mirip dengan bahasa Korea. Namun ini membuktikan bahwa budaya Indonesia memang kaya dan beragam.

Sayangnya (menurut saya), demam Korea kemudian membuat daerah ini berubah menjadi destinasi 'wisata selfie'. Di sini banyak sekali ornamen ala Korea lengkap dengan tulisan super cringe dan spot-spot foto buatan. Bahkan juga ada penyewaan hanbok, baju adat Korea. 

Sebenarnya kami sudah sering melewati Kampung Korea ini, tapi belum pernah mampir karena saya memang tidak tertarik dengan destinasi semacam itu. Maaf jika tak sependapat.

Sabtu lalu waktu kami hendak ke Pasarwajo, saya melihat ada sebuah halte cantik di depan pasar persis di pinggir jalan raya. Kami kemudian mampir sebentar untuk berfoto saat perjalanan pulang. Rasanya sayang bila cerita tentang sejarah kampung ini dilewatkan begitu saja.

Oh ya, ada yang bisa mengartikan tulisan di halte itu?



Comments

Popular posts from this blog

Berkunjung ke Kampung Pengembara Laut Suku Bajo Buton

Mencentang satu lagi destinasi yang sudah lama ada di bucketlist Pulau Buton: Kampung Suku Bajo. Suku Bajo dikenal sebagai pengembara laut ulung. Laut bagi mereka bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah untuk tinggal. Mereka hidup di atas dan di bawah lautan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat Suku Bajo sering hidup berpindah-pindah. Mereka membuat perkampungan sendiri di atas karang dan mengapung di lautan, terpisah dari pemukiman warga di daratan. Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Saya beruntung bisa menyaksikan sendiri keseharian masyarakat Suku Bajo di Pulau Buton. Mereka membuat perkampungan di Desa Kondowa atau dikenal dengan Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, ...

2,5 Tahun Menunggu Raina

Raina Nahda Fauzi.  Itulah nama yang saya dan suami berikan pada anak pertama kami. Bayi perempuan cantik yang kehadirannya sudah lama kami nantikan. Saya memang tak 'seberuntung' perempuan lain yang langsung hamil setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan menikah. Raina lahir 31 Oktober 2015, dua setengah tahun setelah saya menikah. Di awal pernikahan, saya dan suami memang sepakat untuk menunda kehamilan. Alasannya karena kami masih sibuk mondar-mandir mencari rumah. Namun, di saat kami sudah punya rumah sendiri dan siap untuk memiliki momongan, kehamilan justru tak kunjung datang. Beberapa bulan saya mencoba hamil secara alami, hasilnya nihil. Saya dan suami pun memutuskan untuk mencari bantuan dokter. Kami sama-sama memeriksakan diri. Ternyata masalahnya ada di tubuh saya. Saya didiagnosa menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik, yaitu gangguan hormonal yang umum di kalangan perempuan usia reproduksi. Perempuan dengan PCO...

Mengenal Kombo, Baju Adat Buton yang Mirip Hanbok Korea

Kebaya warna cerah berkerah tinggi dengan detail manik-manik di sekeliling leher dan pergelangan tangan, dipasangkan dengan kain sarung berwarna terang yang diikat di bagian dada. Sekilas baju adat ini mirip hanbok, pakaian tradisional asal Korea Selatan. Tapi tahukah kamu pakaian ini asli milik Indonesia? Namanya kombo, pakaian adat yang jadi kebanggaan perempuan Buton, Sulawesi Tenggara. Kombo merupakan baju adat yang khusus digunakan oleh perempuan yang sudah menikah. Pakaian ini terdiri dari atasan baju kebaya berkerah tinggi, biasanya berbahan brokat atau satin dengan warna cerah. Sedangkan bawahannya berupa kain sarung lebar berbahan satin yang dililit di bagian dada. Sarung yang digunakan biasanya memiliki garis-garis berlapis dengan warna-warni terang. Banyaknya lapisan warna pada kain sarung menggambarkan derajat si empunya. Lapisan terbanyak adalah 9 warna yang biasanya dikenakan oleh wanita bangsawan, tamu kehormatan atau anggota kesultanan. Sarung khas Buton memang dikenal ...