Rasa-rasanya pantai di pulau Buton hanya ada dua kategori: cantik dan cantik banget. Pantai Desa Bahari masuk dalam kategori yang kedua. Saking cantiknya pantai ini disamakan dengan Raja Ampat. Jika di Papua raja, si cantik dari Buton Selatan ini populer dengan sebutan Ratu Ampat.
Tidak sembarang mencomot nama. Julukan Ratu Ampat diberikan karena terdapat empat batuan karang besar yang gagah berdiri di bibir pantai. Bagian bawah batu yang terkikis ombak membuatnya tampak seperti payung raksasa yang indah.
Pasir putih yang halus dan air laut yang jernih dengan gradasi warna biru toska membuat pantai ini semakin memesona. Saat kami ke sana, air laut sedang surut sehingga banyak bintang laut yang bertebaran di sepanjang pantai. Bahkan ada beberapa landak laut.
Pantainya cenderung sepi meski kami datang saat akhir pekan. Hanya terlihat warga lokal yang bermain bola di area parkir dan beberapa gadis cilik yang sedang mencari hewan laut dan menampungnya di ember. Sayangnya, saya tidak sempat bertanya hewan (atau tanaman) laut apa yang sedang mereka kumpulkan.
Pantai Desa Bahari berjarak lebih dari 50 kilometer dari Baubau, melalui jalur darat bisa ditempuh sekitar 2 jam. Lokasinya berada di Desa Bahari II, kecamatan Sampolawa, Buton Selatan.
Tapi 2 jam di mobil saya sama sekali tidak merasa bosan. Bagaimana tidak, sepanjang perjalananan saya disuguhkan dengan pemandangan yang tak bisa diremehkan. Dari lautan biru, berganti hutan hijau yang menyejukkan mata, jalan berkelok dengan lanskap batuan kapur besar, juga desa-desa nelayan dengan rumah panggung tradisionalnya. Jika tak sedang mengejar waktu sampai di tujuan sebelum matahari tenggelam, rasanya sebentar-sebentar ingin setop dan mengabadikan gambar dengan kamera.
Sayangnya, jalanan menuju Desa Bahari masih minim rambu lalu lintas dan penerangan jalan. Saat kami pulang selepas magrib, jalanan benar-benar gelap. Ditambah lagi medannya lumayan ekstrem, berkelok-kelok dan sempit. Lampu jalan baru terlihat saat memasuki kota kabupaten dan perbatasan Buton Selatan dengan Baubau.
Tapi memang sepanjang jalan juga tidak banyak kendaraan yang melintas. Saat memasuki desa nelayan, mobil kami bahkan disambut oleh anak-anak yang sedang bermain di luar rumah, seperti jarang sekali melihat mobil lewat.
Comments
Post a Comment